![]() |
(Sumber Foto: Pinterest) |
Ketika matahari pagi perlahan naik di atas cakrawala Yogyakarta, bayang-bayang candi Prambanan mulai terlihat jelas, menjulang megah di tengah hamparan hijau. Bangunan ini bukan sekadar kumpulan batu yang diukir menjadi mahakarya; ia adalah simbol kekuatan, kebesaran, dan keyakinan spiritual dari masa lalu. Namun, meski kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso begitu melekat pada Candi Prambanan, kenyataannya, legenda ini hanyalah dongeng rakyat yang tercipta berabad-abad setelah candi tersebut dibangun. Apa sebenarnya cerita sejati di balik keajaiban arsitektur ini?
Sekitar abad ke-9 Masehi, ketika Kerajaan Medang (Mataram Kuno) berada pada puncak kejayaannya, dinasti Sanjaya yang berkuasa kala itu memutuskan untuk membangun sebuah kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Nama Prambanan diambil dari "Para Brahmana," yang berarti penghormatan kepada para pendeta Brahmana sebagai pelindung ajaran Hindu. Candi ini dipersembahkan kepada Trimurti, tiga dewa utama Hindu: Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pelebur.
Namun, alasan pembangunan Prambanan bukan hanya soal ibadah. Candi ini juga merupakan pernyataan politik—sebuah simbol supremasi Dinasti Sanjaya setelah berhasil mengukuhkan kekuasaannya di tanah Jawa. Rivalitas antara Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha menjadi latar belakang penting. Sebelumnya, Syailendra telah membangun Candi Borobudur yang megah sebagai pusat keagamaan Buddha, dan Sanjaya ingin menunjukkan bahwa mereka tak kalah dengan menciptakan Prambanan, sebuah mahakarya Hindu.
Pembangunan candi ini memakan waktu bertahun-tahun dan melibatkan ribuan pekerja. Batu-batu vulkanik yang diambil dari Gunung Merapi dipahat dengan presisi, membentuk relief yang penuh kisah-kisah epik Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata. Para seniman dan arsitek kala itu tidak hanya menciptakan bangunan, tetapi juga menghadirkan cerita-cerita suci ke dalam setiap detail ukiran, menjadikan Prambanan bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga buku sejarah yang hidup.
Namun, pada abad ke-10, kerajaan Medang mengalami keruntuhan setelah ibu kota mereka dipindahkan ke Jawa Timur. Prambanan, bersama dengan banyak candi lainnya, perlahan ditinggalkan dan terkubur oleh abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi. Ratusan tahun kemudian, candi ini menjadi reruntuhan, dilupakan oleh zaman hingga masyarakat setempat menciptakan dongeng untuk menjelaskan keberadaannya. Dari sanalah legenda Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso muncul—sebuah cerita tentang cinta, pengkhianatan, dan kutukan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Prambanan.
Baru pada abad ke-19, candi Prambanan ditemukan kembali oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka memulai usaha restorasi, yang akhirnya membawa Prambanan kembali ke kemegahannya. Meskipun banyak bagian yang hilang atau rusak, candi ini tetap menjadi bukti kejayaan peradaban Jawa kuno.
Prambanan adalah lebih dari sekadar legenda. Ia adalah simbol perjuangan manusia untuk menyentuh keabadian melalui seni dan keimanan. Di balik dongeng yang sering kita dengar, terdapat sejarah yang nyata—sejarah yang mengajarkan kita bahwa keindahan dan keagungan tidak tercipta dalam satu malam, tetapi melalui kerja keras, dedikasi, dan keyakinan. Jadi, saat kita berjalan di antara lorong-lorong candi ini, ingatlah bahwa setiap batu yang kita lihat adalah saksi bisu dari masa lalu, sebuah warisan yang menghubungkan kita dengan leluhur dan kebesaran mereka.
No comments:
Post a Comment