![]() |
(Sumber Foto: Pinterest) |
Surabaya, 19 September 1945. Kota itu masih dipenuhi ketegangan, hanya sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Namun, kebebasan itu masih jauh dari pasti. Tentara Sekutu mulai berdatangan, dan di antara mereka, tersembunyi ambisi Belanda untuk merebut kembali tanah jajahannya.
Di tengah suasana yang bergejolak, sebuah pemandangan membuat rakyat Surabaya marah. Di atas Hotel Yamato—sebuah bangunan mewah di pusat kota—bendera Belanda berkibar. Merah, putih, dan biru berkibar angkuh, seolah-olah Proklamasi tidak pernah terjadi. Bagi rakyat Surabaya, ini bukan sekadar kain berwarna, melainkan penghinaan terhadap kemerdekaan yang baru saja diperjuangkan.
Kemudian, amarah rakyat meledak. Dari berbagai penjuru kota, pemuda-pemuda Surabaya berkumpul di depan hotel. Mereka berteriak menuntut agar bendera itu diturunkan. Di dalam hotel, perwakilan Indonesia bernegosiasi dengan orang-orang Belanda. Namun, negosiasi berjalan buntu. Orang-orang Belanda menolak menurunkan bendera mereka.
Tak ada waktu untuk menunggu. Dengan semangat yang menyala, beberapa pemuda bergegas ke dalam hotel, melewati penjagaan dengan penuh keberanian. Salah satu dari mereka, seorang pemuda bernama Hariyono, bersama temannya, Ploegman, berhasil mencapai atap hotel.
Di sanalah, peristiwa bersejarah terjadi. Dengan tangan kosong dan penuh tekad, mereka merobek bagian biru bendera Belanda, meninggalkan hanya merah dan putih—bendera Indonesia! Dalam hitungan detik, bendera itu kembali berkibar, kini sebagai simbol perlawanan yang tak bisa dibendung.
Di bawah, ribuan rakyat bersorak. Hotel Yamato telah menjadi saksi bahwa Surabaya bukanlah kota yang bisa ditundukkan dengan mudah. Insiden ini bukan sekadar tentang bendera, tetapi tentang harga diri bangsa, tentang keberanian melawan penjajah yang mencoba kembali berkuasa.
Beberapa minggu setelah insiden ini, pecahlah Pertempuran Surabaya yang lebih besar—pertempuran yang menelan ribuan nyawa, tetapi juga menjadi bukti bahwa Indonesia tidak akan pernah menyerah tanpa perlawanan. Dan semua itu dimulai dari selembar kain di atas Hotel Yamato, yang merobek bukan hanya warna biru, tetapi juga kesombongan penjajah.
No comments:
Post a Comment